January 2020

HAPPY NEW YEAR 2020!.png

(IN) (EN below)

Selamat tahun baru 2020, kawan-kawan InterSastra! Selamat datang pada newsletter InterSastra edisi pertama.

Kami mengirim newsletter ini kepada semua yang pernah menghadiri acara-acara InterSastraHouse of the Unsilenced, atau Fashion ForWords. Di sini kalian bisa membaca kabar-kabar terbaru tentang kegiatan-kegiatan kami dan mendapat kesempatan perdana untuk bergabung dengan acara-acara kami. Newsletter ini akan kami kirimkan sebulan sekali.

InterSastra membuka tahun yang baru ini dengan mengumumkan kemitraan baru, yakni dengan Difalitera, sebuah perkumpulan yang memproduksi sastra suara (audiobooks) untuk komunitas difabel netra. Kerjasama ini ditujukan untuk membuat karya-karya terbitan InterSastra lebih mudah diakses oleh komunitas difabel.

Dalam kerjasama ini, Difalitera akan mengalihmediakan tulisan-tulisan yang sudah diterbitkan oleh InterSastra ke dalam bentuk audio, yang kemudian dapat disimak di situsweb Difalitera. Sebuah karya yang sudah terbit: "Munada" karya Mardian Sagian.

Menurut penggagas Difalitera, Indah Darmastuti (juga penulis cerpen  "Dalam Tubuhku" yang diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Zoë McLaughlin dan diterbitkan di InterSastra), ia tertarik dengan karya-karya yang dimuat di InterSastra yang menurutnya bersifat “out of the box” (lain dari yang lain).

“Khususnya, aku ingin agar para difabel netra bisa mengembangkan wawasan yang lebih terbuka, khususnya tentang isu gender dan isu-isu yang terpinggirkan lainnya,” kata Indah dalam wawancara singkat di YouTube.

Tim InterSastra semakin berkembang

Pada awal tahun ini, InterSastra mendapatkan tujuh anggota tim baru, antara lain Aria Danaparamita (Mita) dan Sebastian Partogi (Ogi), yang akan mengurusi perencanaan program dan urusan kehumasan.

Mita, yang pernah bekerja sebagai jurnalis surat kabar dan kini menekuni bidang kehumasan, mengatakan ia memutuskan bergabung dengan InterSastra karena ingin turut serta dalam upaya menciptakan masyarakat yang adil, setara, inklusif dan toleran dan merasa bahwa pendekatan dan praktik InterSastra yang menggunakan medium kreatif sangatlah efektif dalam mewujudkan cita-cita tersebut.

Sementara Ogi yang saat ini masih bekerja sebagai jurnalis surat kabar memutuskan bergabung dengan InterSastra karena merasa mendapatkan sebuah komunitas dengan visi yang sama – meretas ketidakadilan terhadap perempuan dan kaum minoritas – tempat ia bisa menerapkan keterampilan ilmu komunikasi yang ia dapatkan sebagai jurnalis untuk mempromosikan perjuangan tersebut.

Selengkapnya tentang tim InterSastra, termasuk Chandra Bientang, Gaia Khairina, Nathania Silalahi, El Lalong, dan Margareth Aritonang, dapat dibaca di laman ini: https://www.intersastra.com/about

Tentang keluarga

Lepas dari musim liburan Natal dan Tahun Baru 2019, keluarga menjadi salah satu isu yang hangat-hangatnya menjadi bahan pembicaraan. Kebersamaan dengan keluarga, apalagi dengan keluarga besar di negara berbudaya kolektif dan konservatif seperti Indonesia, tak selalu menyenangkan.

Kawan-kawan dapat menemukan cerminan pengalaman kalian sendiri saat membaca terbitan InterSastra bulan Januari-Februari ini, yang mengangkat antara lain perbenturan antara keinginan orangtua dan anak, tradisi keluarga, tekanan masyarakat, dan aspirasi individu. Beberapa penulis yang tampil antara lain: Cyntha Hariadi (diterjemahkan oleh Dhania Sarahtika), Clarissa Goenawan (diterjemahkan oleh Nataya Bagya), Tiffany Tsao (diterjemahkan oleh Norman Erikson Pasaribu), Feby Indirani (diterjemahkan oleh Sebastian Partogi), Dwi Ratih Ramadhany (diterjemahkan oleh Clarissa Goenawan), serta beberapa penulis awal karier: Benefita (diterjemahkan oleh Muthia Sayekti) dan Shofwan (diterjemahkan oleh Sarita Supratman).

Mulai bulan Maret, kami akan menoleh ke sejarah negeri ini dan menghadirkan karya-karya bertema kemanusiaan dan hak asasi.

Memperluas jangkauan

Tahun ini, House of the Unsilenced akan mengembangkan model yang dapat dipakai oleh komunitas atau organisasi yang ingin menyelenggarakan House of the Unsilenced di daerahnya masing-masing, bekerjasama dengan penyintas kekerasan berbasis gender dan menggunakan seni sebagai medium untuk mengupayakan kesetaraan gender.

These people made your clothes!

__FASHION FOR WORD (40 of 328).jpg

Pada 2020 Fashion ForWords akan melanjutkan kerjasama dengan Federasi Buruh Lintas Pabrik untuk menghadirkan koleksi karya mereka yang dapat dibeli dan dikoleksi oleh khalayak umum.

Bergabung bersama kami

Apabila kawan-kawan tertarik untuk terjun langsung dalam kegiatan-kegiatan InterSastra, saat ini sedang ada beberapa kesempatan bekerja magang yang terbuka, yaitu:

  • memelihara situsweb InterSastra (sastra dan kepenulisan),

  • mengasuh media sosial House of the Unsilenced (seni dan kesetaraan gender),

  • mengasuh media sosial dan membantu kegiatan Fashion ForWords (busana dan kebebasan berekspresi).

Apabila tertarik, langsung saja mengirimkan surat motivasi ke intersastra@gmail.com beserta CV.

Ingin mengajak teman mengikuti kegiatan InterSastra? Sebarkan newsletter ini kepada mereka dan minta mereka mendaftar untuk menerima newsletter InterSastra dengan mengirim pesan ke intersastra@gmail.com dengan subyek Subscribe.

Untuk tidak lagi menerima newsletter ini, balaslah pesan ini dengan subyek Unsubscribe.

Agama, seni, dan kebebasan berekspresi

WhatsApp Image 2020-01-31 at 13.51.13.jpeg

Penasaran bagaimana agama, khususnya Islam yang pemeluknya merupakan mayoritas di Indonesia, memandang seni dan kreativitas? Adakah batasan-batasan dalam berekspresi menurut pandangan Islam? Bagaimana agama dapat meruntuhkan struktur yang membungkam dan merepresi kita, bukannya menguatkan struktur tersebut?

Organisasi saudara kami, Kolektif As-Salam, dalam waktu dekat akan mengadakan kajian soal Islam, Seni dan Kebebasan Berekspresi pada 8 Februari 2020, pukul 13-16 WIB di kantor Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Jl. Cempaka Putih Barat XXI No.34, RT.5/RW.12, Jakarta Pusat. Jika ingin hadir, mohon mengisi formulir pendaftaran di www.bit.ly/assalamstudyclub.

Selamat tahun baru Imlek!

Meskipun sedikit terlambat, kami ingin mengucapkan selamat merayakan Tahun Baru Imlek kepada kawan-kawan semua.

Berikut beberapa karya-karya pilihan yang mungkin ingin kalian nikmati dalam rangka Imlek: Sajak-sajak karya Hong Ying, novelis dan penyair dari Tiongkok, diterjemahkan oleh Eliza Vitri Handayani, dan "Hari Terakhir Ah Xiang", cerpen karya Leopold Adi Surya Indrawan, diterjemahkan oleh Indah Lestari.

Sampai jumpa bulan depan!

Salam hangat,

Tim InterSastra


Happy New Year 2020, friends of InterSastra!

Welcome to the first edition of InterSastra's newsletter. We send this newsletter to all who have attended InterSastra, House of the Unsilenced, or Fashion ForWords events. Here you can read the latest news about our activities and get the first chance to join our events. We will send this newsletter once a month.

InterSastra has greeted the new year by announcing its newest partnership with Difalitera, which produces audiobooks for the blind and visually impaired. InterSastra's founder and director Eliza Vitri Handayani is very happy about the partnership as it will make InterSastra's publications more accessible to more readers.

This partnership will see Difalitera adapting the writings which InterSastra has published into audio recordings and upload them to the Difalitera website. One short story has already been uploaded: "Munada" by Mardian Sagian.

Difalitera founder Indah Darmastuti, whose short story "In My Body" is translated into English by Zoë McLaughlin and published by InterSastra, says she is interested in works published by InterSastra because they are “out of the box”. She says in this short YouTube interview, “Specifically, I want Difalitera audiences to develop a more open perspective, especially with regards to gender issues and marginalized groups.”

InterSastra’s team welcomes new people

Early this year InterSastra welcomed seven new team members, among others Aria Danaparamita (Mita) and Sebastian Partogi (Ogi) who will handle program management and public relations tasks.

Mita, who once worked as a newspaper journalist and now works in the public relations field, says she decided to join InterSastra because she wants to contribute to the creation of a more just, equal, inclusive and tolerant society; and feels that InterSastra’s creative approach is highly effective in reaching these goals.

Ogi, meanwhile, is still working as a newspaper journalist and decided to join InterSastra because he feels the organization has provided him a community with a shared vision to mitigate injustice against women and marginalized groups, where he can apply the communications skills he has acquired as a journalist to leverage the movement.

Read more about our team members here, including Chandra Bientang, Gaia Khairina, Nathania Silalahi, El Lalong, and Margareth Aritonang.

Family affairs

INTERSASTRA Hana Madness for Dwi Ratih.jpg

Upon the end of the Christmas and New Year holidays of 2019, family may be a salient theme on top of our heads, as some of us may have spent time with family during the last holiday. Spending time with family, especially extended families in a collective and conservative society like Indonesia, is not always a pleasant affair.

You may be able to find a reflection to your own experiences reading all the family-themed writings featured in InterSastra this January and February, which explores themes such as collisions between parents and children, also the tension between tradition and individual aspirations, penned by Cyntha Hariadi (translated by Dhania Sarahtika), Clarissa Goenawan (translated by Nataya Bagya), Tiffany Tsao (translated by Norman Erikson Pasaribu), Feby Indirani (translated by Sebastian Partogi), Dwi Ratih Ramadhany (translated by Clarissa Goenawan), along with a few emerging writers: Benefita (translated by Muthia Sayekti) dan Shofwan (translated by Sarita Supratman).

Starting March, we will look at the nation’s history and publish stories with human rights themes.

Expanding our reach

This year, House of the Unsilenced will develop a model which can be used by communities or organizations anywhere to hold House of the Unsilenced events, collaborating with gender-based violence survivors and using art as a medium for healing and campaign for gender equity.

These people made your clothes!

__FASHION FOR WORD (40 of 328).jpg

Fashion ForWords will carry on with its partnership with the Federasi Buruh Lintas Pabrik (Inter-Factory Workers' Federation) to present collections designed by these workers for the public to buy and collect.

Join us!

Any of you interested to be involved directly with InterSastra programs? Here is your chance. You can volunteer to:

  1. update and maintain InterSastra's website,

  2. manage social media accounts for House of the Unsilenced, or

  3. manage social media accounts for Fashion ForWords.

Should you be interested, send your application letter to intersastra@gmail.com, along with your CV.

Have friends who you want to bring along to InterSastra’s events? Send this newsletter to your friends so they can get the latest information on our activities. And ask them to register to receive the InterSastra newsletter by sending a message to intersastra@gmail.com with the subject Subscribe.

Art, religion, and freedom of expression

Curious about how religion, especially Islam, whose followers make up the majority of Indonesians, views art and creativity? Are there any limitations in expression according to Islamic views? How can religion tear down structures that silence and repress us, and not strengthen those structures?

Our sister organization, As-Salam Collective, will hold a study session on Islam, Art, and Freedom of Expression on Saturday, Feb. 8, from 1 to 4 pm, in the Indonesian Conference on Religion and Peace office on Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34, RT 5/RW12, Central Jakarta. RSVP here: bit.ly/assalamstudyclub.

Last but not least, Happy Chinese New Year!

Here are some poems and a short story that you might want to enjoy in this festive occasion: poems by Hong Ying, a Chinese poet and novelist, translated into Indonesian by Eliza Vitri Handayani, and "Ah Xiang's Last Day", a short story by Leopold Adi Surya Indrawan, translated into English by Indah Lestari.

See you next month!

Cream and Red Chinese New Year Facebook Post.png
Eliza HandayaniComment